Semakin dunia berkembang, semakin banyak pula cabaran yang datang menerpa umat islam. Mulai dari pengaruh teknologi tanpa kontrol yang dapat merusak generasi muda, pergeseran budaya yang condrong kepada non islami, dan penyebaran paham-paham radikalisme yang dapat merusak perdamaian antar sesama umat beragama.
Khsusnya bagi generasi muda, dimana pada masa tersebut sangat mudah menerima pemahaman-pemahaman baru dan suka mengambil keputusan tanpa ada kompromi.
Dayah, sebagai lembaga pendidik yang masih eksis dikalangan rakyat Aceh, telah tumbuh sebagai sebagai "intstutusi" yang mendidik dan mengarahkan lulusannya menjadi orang yang berguna bagi siapa saja.
Radikalisme yang saat ini dituduhkan oleh negara-negara barat terhadap umat islam, telah menganggu kenyamanan umat islam itu sendiri. Karena, radikalisme yang dituduh oleh barat tersebut merupakan akibat dari beberapa kelompok atau individu yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang pemahaman agama islam masih dangkal, sangat rentan untuk berbuat apa-apa yang dikiranya baik, namun islam nayata-nyata melarangnya.
Pada umumnya, oknum kelompok maupun individu yang mengatasnamakan diri islam tersebut, bertindak semaunya karena paham yang ada dalam benak hatinya adalah diluar dari kelompoknya, pemahamannya, tidak mengikuti apa yang dikatanya, mereka adalah syirik, kafir, dan harus dibunuh. Perkara inilah yang pada ujung-ujungnya membawa malapetaka bagi umat islam lainnya.
Bagi santri dayah, budaya radikalisme sangat mudah diantisipasi oleh mereka. Hal ini karena pada umumnya, para anak muda yang berada didayah hanya sempat untuk belajar, mempraktikkan apa yang telah dipelajari, dan merevisi kekurangan dari amalannya.
Bayangkan, dari semenjak terbit fajar hingga keluar matahari, aktifitas santri adalah shalat subuh berjamaah dan berzikir hingga matahari terang, ada sebagian yang menggantikan zikir dengan mengaji kitab-kitab kuning. Selepas dari pada itu, santri akan sarapan pagi, sebagian lainnya sedang mandi agar tubuhnya segar.
Tiba waktu dhuha, santri tidak lupa untuk meyapa ruang shalat yang ada didayah untuk menunaikan dua rakaat shalat dhuha atau lebih sebagai wujud syukurnya pada Pencipta. Kemudian arah kaki mereka akan bergerak menuju balai-balai untuk nengaji lagi, setiba di balai, mereka akan sedikit "bergurau" ria dengan kitab yang sebentar lagi akan diajarkan teungku (ustaz).
Selesai turun mengaji waktu dhuha dan siangpun akan tiba sesaat lagi, santri mulai disibukkan untuk menyiapkan bekal makanan siangnya. Setelah makan sepiring atau lebih, kebanyakan mereka memilih beristirahat di bilik (kamar) sambil menanti azan shalat dhuhur.
Selesai shalat dhuhur berjamaah dan sedikit berzikir juga dilakukaan berjamaah, santri bersiap-siap untuk naik menuju balai lagi, karena akan tiba waktunya mengaji dengan kitab yang berbeda dan teungku yang berbeda.
Biasanya belajar ba'da dhuhur dalam keadaan "sejuk-sejuk panas", ditambah lagi dengan aroma mengantuk akibat tadi selepas dhuha tidak sempat istirahat, tapi mau bagaimanapun itu, santri tetap harus berada dibalai untuk mengaji.
Selesai mengaji siang, waktu asar pun tiba, santri mulai bergairah dengan waktu itu (asar). Bagaimana tidak, selepas shalat asar, mereka punya kesempatan berolahraga guna melapaskan penat dalan jiwa. Pun begitu, tidak jarang sebagian dari teman mereka memanfaatkan waktu senggang menjelang magrib itu untuk mencuci pakaian, atau sebagaian nya lagi santai didepan biliknya untuk sekedar menikmati udara sepoy-sepoy.
Jika shalat setelah magrib santri fokus dan bersemangat belajar, maka setelah shalat isya sebagian mereka juha sangat tekun untuk mengulang-ulang kembali pelajaran yang telah diperolehnya sejak tadi hari. Biasanya teungku-teungku tertentu akan dijumpai untuk menyimak hafalan atau lainnya.
Inilah kebiasaan santri yang terus berputar dari hari - ke hari. Belajar, beramal dan hidup sederhana santri, mengantarkan mereka menuju manusia-manusia yang hidup membumi, saling menghargai satu sama lain, dan tidak mudah digoyah imannya. Sehingga, paham radikalisme pada santri sangat mustahil diperoleh, karena fokus mereka adalah menjadi hamba yang bertaqwa di dunia, dan memperoleh ketinggian derajat di akhirat.
Ayo ubah gaya berfikir kita, jauhkan prasangka buruk, hidup toleran, dan perkuat keimanan. Karena menjaga nama baik agama jauh lebih penting dari menjaga level egoisme kita. [Irfan.sdq]